June 02, 2014

AUTISME



Akhirnya punya waktu buat update blog! :D 
Harusnya bisa upload tulisan ini bulan april lalu, karena bulan april adalah bulan kesadaran mengenai autisme. Nah, aku pernah iseng-iseng nyoba masukkin kata “autis” di search engine dalam twitter? Kurang lebih hasilnya seperti ini:

@iiiiirp udah beli kuota jadi autis hua *) 
@momomo Semakin canggih gadget lo maka semakin autis diri lo . Ngik! * 
@nggeelaa Book marathon. Autis everyday *)  
@cabecabean TRIO AUTIS UKID UPID UCID 1 MAMAH CABEAN BUCEH YESSHH *)


*) Note: nickname yang digunakan dalam artikel ini hanyalah karangan penulis bekala, namun tulisan yang diucapkan sesuai dengan aslinya tanpa mengubah sedikitpun.

Lucu? Buat aku itu pemandangan yang bikin ati keiris. 
 Karena Twitter bukan satu-satunya jejaring sosial, so , aku pun mencoba hal yang sama di Instagram. Dengan menggunakan #autisme, hasilnya nggak jauh beda dari twitter. Isinya foto-foto yang sebenarnya tidak menggambarkan apa itu sebenarnya autisme.

AUTISME. Sangat sering kita dengar bukan? Terlebih ketika meledaknya gadget canggih bernama blackberry. Kemudian masing-masing orang mulai sibuk dengan gadget masing-masing sehingga tidak memperdulikan sekitarnya. Hal tersebut kemudian yang dilabel dengan autisme. Semakin lama, orang-orang menggunakan kata autisme tersebut tanpa mau mempelajari lebih dalam apa sebenarnya arti autisme. 

Emang mereka ngga cari tahu apa itu autisme?
Lho, mereka cari tahu, namun dari pihak-pihak yang juga tidak tahu autisme secara mendalam. Mereka hanya mendefinisikan, autisme adalah ketika kamu terlalu asik sama suatu hal, memiliki duniannya sendiri. Lalu dengan mudahnya mereka mengeneralisasikan dengan pemikiran: ketika ada seseorang yang tengah asik melakukan suatu hal, sampai dipanggil aja ngga noleh, dia autisme! Salah? Engga kok, kalau itu tadi menjadi satu-satunya definisi autisme.
Gangguan autisme adalah ketidakmampuan anak berkembang dengan baik, yang ditandai dengan terganggunya perkembangan dalam interaksi sosial, dan komunikasi (Quinn & Malone, 2000). Kalau mau dikaitkan dengan kasus di atas, memang sepertinya orang yang terlalu asik dengan gadget atau benda lainnya tanpa memperdulikan lingkungan lain adalah orang dengan gangguan autisme. 
Sayangnya, itu bukan satu-satunya yang menjadi patokan gangguan autisme. Anak yang memiliki gangguan autisme memiliki kesulitan dalam membangun hubungan yang sesuai dengan teman sebaya (Frith, 1993) dan anak dengan gangguan autisme menunjukkan keragaman perilaku yang merusak atau melakukan perilaku yang diulang-ulang (Mundy & Sigman, 1989), serta perilaku yang cenderung menyakiti diri sendiri (Bromley, dkk, 2004 dalam Koydemi & Tosun, 2009).

Emang kalau keasikkan pegang gadget bisa langsung di claim autisme?
Anak dengan gangguan autisme memang karakter utamanya adalah berpusat pada diri sendiri, mereka seperti memiliki dunia sendiri. Mungkin gadget adalah salah satu keasikan yang dimiliki anak dengan gangguan autisme, tapi apa bisa dikatakan bahwa semua orang yang asik dengan gadget merupakan anak autisme? Tentu tidak. Penyebab autisme bukan karena terlalu asik pegang gadget, buku, atau selfie. Autisme dapat disebabkan karena penyebab biologis, yaitu adanya kerusakan sistem syaraf pusat, sehingga muncul perilaku penarikan diri dan ekspresi yang datar pada anak yang memiliki gangguan autisme (Rooney, 2005). Autisme juga dapat disebabkan oleh warisan genetik dari keluarga terdahulu, bisa juga disebabkan karena sikap orang tua yang acuh tak acuh dan kurang memberi kasih sayang terhadap anaknya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa autisme terjadi karena adanya gangguan pada sistem syaraf pusat, warisan genetis, maupun kurangnya kasih sayang dari orang tua. Masih banyak penyebab autisme lainnya, yang jelas bukan karena terlalu sering memegang gadget.

Satu lagi, autisme didefinisikan sebagai cacat perkembangan secara kompleks seumur hidup, yang biasanya muncul sejak TIGA TAHUN PERTAMA USIA BAYI dan mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi serta berhubungan dengan orang lain. (Bogdashina, 2006).

Aku apresiasi bagi kalian yang mau mencari informasi tentang autisme sebelum menggunakannya dalam konteks yang tidak tepat. Autisme itu bukan sebuah lelucon, bukan juga sebuah label yang bisa direkatkan pada siapa saja yang kita mau. Autisme bukan sebuah keanehan, namun perbedaan. Sama halnya dengan ada rambut yang lurus, keriting, dan berombak; ada kurus dan gemuk; ada kucing dan anjing. Tidak ada yang lebih baik satu dengan yang lain, semua memiliki perbedaan, semua memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Begitu juga autisme.

Bagi penyandang autisme, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain bukan hal yang mudah. Keterbatasan verbal, perbedaan logika dan cara berekspresi membuat penyandang Autisme tampak aneh. Namun, bukan berarti mereka tidak mampu. Autism is just different, not less” (ASA, 2014)

Aku menganggap kalian yang mampu membaca artikel ini adalah orang-orang yang mampu berpikir secara integratif dan memiliki empati tinggi sehingga dapat membantu menghentikan penggunaan label autisme pada konteks yang tidak sesuai. Tidak hanya autisme, sebelum kalian menggunakan sebuah kata/label/apa pun itu, pastikan kalian mengetahui apa artinya.

Surabaya, 02 Juni 2014
Kanaya M.

Terimakasih buat Mbak Rahajeng '08 Fak. Psikologi Unair, atas bantuan literatur terkait. Dan terimakasih yang banyak untuk kalian semua yang bisa menghargai perbedaan. :)

gambar diambil di sini.


 

No comments: