Mungkin beberapa hari yang lalu, ada moment yang pas buat umat muslim bermaaf-maafan, yaitu datangnya
Malam Nishfu Sya’ban. Dan, seiring dengan moment
tersebut, mulailah tersebar broadcast
message (BM), status di jejaring sosial, display picture, dan lain-lain yang kurang lebih isinya meminta
maaf lahir dan batin.
Lucunya, hebohnya adegan minta maaf tersebut juga diikuti
dengan hebohnya orang “ngomel” mengenai perilaku minta maaf melalui media
sosial, yang paling dikritisi sih minta maaf menggunakan BM.
Ada yang bilangnya, kalau minta maaf melalui BM kurang afdol, kurang sopan, kurang apa lagi ya,
banyak lah komentarnya. Oh, ada juga yang bilang kalau minta maafnya cuma formalitas.
Menurut beberapa dari mereka, minta maaf yang baik dan benar itu dengan kirim
pesan satu per satu atau mungkin juga telepon satu per satu.
Sekarang, jauh lebih keren mana orang yang memiliki niat
meminta maaf meskipun dia mampunya melalui BM dan jejaring sosial, atau orang
yang sama sekali nggak meminta maaf –ngomel pula-? Deep down inside my heart sih, masih mending orang yang minta maaf
meskipun lewat dunia maya. Paling enggak mereka masih punya etikat baik untuk
meminta maaf. Dari pada orang yang nggak minta maaf sama sekali atau justru
juga nggak maafin yang minta maafnya lewat BM? Hiii... Kok jahat? :(
Konsep BM sebenarnya kan sama seperti mengirim surat, tapi
ini elektronik. Jaman dulu toh juga ada yang meminta maaf dengan mengirimkan
kartu ucapan Hari Raya, daaaaan... emangnya kartu ucapannya dikirimin satu per
satu ke rumah tujuannya? Hehe.
Sebenar-benarnya meminta maaf dan memaafkan sebenarnya
asalnya dari niat, niat yang tulus dari hati. Jadi menurutku, selama niatnya
benar, Insya Allah cara apa pun memungkinkan untuk meminta maaf. Dari pada
minta maaf menggunakan cara diasumsikan tepat tapi niatnya nggak tepat? Atau bilangnya sih sudah dimaafkan, tapi masih suka bergunjing dibelakang... Hiiiii~
Gambar diambil di sini :)
No comments:
Post a Comment